KOMPAS/LASTI KURNIA
Keindahan panorama bawah laut seperti di Raja Ampat ini juga bisa dinikmati di Kepulauan Widi di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Juga pantai pasir putihnya yang luar biasa.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin belum begitu tahu dengan Kabupaten Raja Ampat dan kekayaan apa yang dimiliki kabupaten yang terletak di ujung barat Provinsi Papua Barat tersebut.
Kalau menyebut nama Papua, yang terlintas di benak sebagian besar masyarakat Indonesia pasti masyarakat dengan kebudayaannya yang masih sangat sederhana, pakaian yang khas (koteka) dan harga kebutuhan pokok yang mahal.
Namun tidak demikian, kini Papua khususnya Provinsi Papua Barat yang terdiri atas 14 kabupaten itu sudah jauh berbeda, karena terus berbenah diri membangun infrastruktur guna memberikan kemudahan bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke Papua Barat.
Salah satu kabupaten di Papua Barat yang terus "menggeliat" adalah Kabupaten Raja Ampat, meski baru diresmikan 9 Mei 2003, daerah itu terus "menyingsingkan lengan" membangun berbagai sarana dan prasarana terutama infrastruktur.
Bila akan ke Raja Ampat, wisatawan bisa menggunakan kapal feri dari Sorong dengan tarif Rp120.000 per orang. Jarak tempuh dari Sorong ke pantai Waisai Tercinta (WTC), Kabupaten Raja Ampat antara 2,5 hingga tiga jam.
Kabupaten Raja Ampat, yang memiliki lebih dari 610 pulau dan empat gugusan pulau besar yakni Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati dan Pulau Batanta itu terdiri atas 17 distrik, sangat potensial untuk tujuan utama para penyelam (diver) dan juga pencinta bawah laut. Diibaratkan Raja Ampat sebagai "surga" bagi para penyelam.
Diakui oleh Bupati Raja Ampat, Marcus Wanma MSi., meski belum sebanyak diver yang berkunjung ke kawasan wisata bahari daerah lainnya, sudah banyak dikunjungi diver-diver dari luar negeri seperti Amerika Serikat , Australia, Eropa dan juga Asia.
Seperti dituturkan oleh Max Ammer, pemilik dan pengelola eesort Sorido Bay & Kri Eco Resort, Raja Ampat, sebagian tamu adalah wisatawan manca negara. "Baru mulai dua tahun terakhir ini wisatawan domestik mengunjungi resort tersebut terutama untuk menyelam (diving)," kata Max Ammer.
Menurut Max, yang mengaku sudah sekitar 20 tahun menggeluti bisnis ini, dari pengunjung yang menginap dan "diving" hanya sekitar 15 persen wisatawan domestik dari jumlah keseluruhan.
Rata-rata setiap pekan ada 14 sampai 20 wisatawan asing yang menginap dan melakukan kegiatan menyelam terutama wisman dari Amerika, Eropa dan Asia.
Max juga mengaku, bisnis yang ia geluti tidak semata untuk mencari uang tapi yang juga lebih diutamakan adalah upaya melakukan konservasi. Cukup waktu lama untuk memberi pengertian kepada penduduk setempat tentang menjaga lingkungan serta konservasi alam khususnya mencintai hewan serta kekayaan bawah laut yang sangat potensial.
"Yang terpenting kita tidak melarang apa yang dilakukan mereka karena bisa tersinggung, tapi cukup memberi pengertian. Pernah saya membeli penyu dari nelayan yang baru pulang melaut, setelah saya bayar penyu itu saya lepas lagi ke laut. Mereka sempat kaget, dikira penyu itu terlepas," katanya.
Tapi kemudian mereka diberi pengertian bahwa penyu itu sengaja dilepas kembali guna menjaga hewan yang dilindungi itu tidak punah, tambahnya.
Max juga mengaku dari seluruh karyawan yang dipekerjakan di resort-nya, sekitar 75 sampai 80 persen adalah tenaga lokal, terutama untuk pemandu (dive guide). "Mereka sudah kami training," tambahnya.
99 persen wisman
Seperti dituturkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, Jusdhi Lamatenggo pekan lalu, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat, hampir 99 persen berasal dari luar negeri seperti Eropa, Amerika, dan Australia.
Dari sekitar 7.000 wisatawan yang datang ke Raja Ampat pada tahun lalu, hanya sekitar 200 wisatawan dalam negeri, katanya.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan promosi baik di luar maupun dalam negeri guna memperkenalkan Raja Ampat di dunia internasional. Promosi yang dilakukan selain mendirikan Kantor Promosi Kabupaten Raja Ampat di Kawasan Sanur, Kabupaten Badung, Bali juga menyelenggarakan Festival Bahari Raja Ampat 2010.
Pemilihan Bali sebagai lokasi kantor, menurut Lamatenggo, selain untuk lebih mendekatkan diri dengan pasar yang sangat potensial juga diharapkan terdapat sinergi yang saling menguntungkan antara Bali dan Raja Ampat, apalagi Kementerian Kebudayaan Pariwisata telah menggagas program pariwisata "Beyond Bali".
Program itu bertujuan meratakan pengembangan potensi pariwisata nasional sehingga tidak selalu bertumpu pada Bali. Salah satu sasarannya adalah pengembangan pariwisata di wilayah Indonesia Timur, termasuk Raja Ampat dan Sulawesi Utara serta Pulau Komodo, kata Yusdhi pada peresmian kantor promosi di Bali baru-baru ini.
Promosi lainnya dengan menyelenggarakan Festival Bahari Raja Ampat 2010, yang berlangsung di pantai Waisai Tercinta (WTC) di Waisai, ibu kota kabupaten Raja Ampat.
Festival Bahari itu berlangsung 3 hingga 9 Mei 2010 dan merupakan ajang promosi yang menyuguhkan berbagai tarian tradisional, lomba seperti lomba foto dan perahu dayung, juga diselenggarakan parade perahu tradisonal serta sajian berbagai jenis makanan khas daerah setempat seperti papeda.
Selama di Raja Ampat , wisatawan selain "diving", snorkling juga bisa menyaksikan burung cendrawasih yang tengah "bercinta" di pagi dan sore hari. Bila wisatawan ikut paket kunjungan, selain diving, snorkling juga masuk dalam paket adalah kunjungan ke taman burung di bukit Hau di kampung Sawinggrai, pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat. Di taman ini, selain terdapat burung cenderawasih merah juga banyak terdapat burung kakatua raja, kakaktua putih, merah, nuri, dan maleo.
Menurut Hussein, pemandu wisata yang juga anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Conservation Internasional (CI) itu, tidak semua pengunjung yang ke Pulau Gam, yang ditempuh dengan speedboat sekitar 35 menit dari Waisai itu, bisa menyaksikan burung cenderawasih saat "bercinta".
Di atas pohon lolan dengan ketinggian sekitar puluhan meter di perbukitan itu pengunjung bisa melihat dan mengabadikan burung-burung khususnya cenderawasih beterbangan dengan sesekali "bercinta" di atas dahan.
"Tidak semua pengunjung bisa menyaksikan, terkadang tidak ada sama sekali burung beterbangan meski sudah menunggu berjam-jam di perbukitan itu," kata Hussein. Tidak sembarang waktu dapat menyaksikan burung-burung yang dilindungi itu, karena hanya berkisar pukul 06.00-07.00 WIT dan sore hari antara pukul 4 sampai lima sore waktu setempat.
"Itu pun dengan syarat pengunjung tidak berisik supaya burung-burung cenderawasih itu mau menclok di atas dahan pohon lolan tersebut," kata Hussein ketika mengantar para tamu yang akan menaiki bukit untuk menyaksikan burung cenderawasih yang langka tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar